A. PENGERTIAN
Stroke adalah kondisi dimana terjadi gangguan
neurologi baik lokal maupun yang terjadi secara mendadak akibat perdarahan
subdural. Menurut WHO stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak atau akut dengan tanda klinis lokal yang berlangsung kurang
lebih 24 jam.
Penyakit ini dapat menimbulkan kematian yang
disebabkan oleh gangguan perdarahan subarachnoid (kematian jaringan otak),
tidak termasuk disini gangguan perdarahan spinal misalnya faktor-faktor
sosiologis, tumor, infeksi (WHO, 1989)
Stroke merupakan gangguan fungsi syaraf otak yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah dimana terjadi secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara tepat dan (dalam beberapa jam) timbul gangguan.
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan
satu-satunya penyebab stroke dan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal,
mata, otak, dan jantung (Mansjoer, 1982)
B. TANDA DAN GEJALA
Menurut Agus Demage 1992, gangguan yang paling
sering dijumpai penderita umumnya dikelompokkan atas empat macam, yaitu:
1.
Adalah gangguan fungsi sensorik yang dapat
berupa hipianekheria dan anasthesia, gangguan pernafasan dan gangguan rasa
lidah.
2.
Doskenesia adalah gangguan fungsi motorik
dapat berupa hemiplegia, paralisme (kehilangan total dari kekuatan motoriknya)
3.
By Pario adalah gangguan berbicara yang
menyebabkan gangguan komunikasi.
4.
By Mentia adalah gangguan mental dengan
manifestasi sebagai neurologis, psikologis dan reaksi depresi.
C. ETIOLOGI
1.
Trombosis Serebral
Penyebab yang sering dari trombosis ini adalah arteriosklerosis,
trombosis yang menyebabkan iskemik jaringan otak.
2.
Emboli Serebral
Adanya penggumpalan pembuluh darah misalnya pembekuan darah, lemak maupun
udara.
3.
Astesis sebagai akibat dari artrithis
temporal, spilis pada stadium pengedaran ke pembuluh darah akibatnya dengan
pembekuan trombus dan terjadi infeksi.
Selain faktor penyebab juga terdapat faktor resiko terjadinya stroke,
antara lain:
1.
Usia diatas 30 tahun
2.
Hipertensi maligna yang tidak terkontrol
3.
Merokok
4.
Obesitas
5.
Diabetis Melitus
6.
Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida
dalam darah
7.
Arteriosklerosis
8.
Pengaruh kekentalan darah
9.
Riwayat keluarga mempunyai penyakit jantung.
D. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya stroke insert serebral terjadi akibat
kekurangan suplai peredaran darah menuju otak. Suplai darah tidak dapat
disampaikan kedaerah tersebut, oleh karena itu arteri yang bersangkutan
tersumbat atau pecah sehingga aliran darah ke otak berkurang sampai 20 – 30
ml/100 gr. Jaringan akan terjadi iskemia untuk jangka waktu yang lama dan bila
otak hanya menerima suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr akan terjadi
kerusakan jaringan otak yang sifatnya permanen.
Gangguan aliran darah otak yang mengakibatkan stroke
dapat disebabkan oleh penyumbatan atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke
otak dan ini dapat terjadi karena:
1.
Trombosis serebral yang mengakibatkan adanya
arteriosklerosis yang pada umumnya menyerang usia lanjut. Trombosis ini
biasanya terjadi pada pembuluh darah dimana sirkulasi terjadi. Trombosis ini
dapat terjadi pada orang tua yang mengalami penurunan aktifitas simpatis dan
posisi rekumben, menyebabkan tekanan darah meningkat sehingga dapat
mengakibatkan iskemia serebral.
2.
Emboli serebral merupakan penyumbatan
pembuluh darah ke otak oleh bekuan darah, lemak atau udara. Pada umunya emboli
berasal dari trombus dijantung dilepas dan menyumbat sistem arteri serebral,
biasanya dengan cepat gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3.
Perdarahan intra serebral terjadi akibat
pembuluh darah pecah. Hal ini terjadi karena arterisklerosis dan hipertensi.
Keadaan ini umumnya terjadi pada usia 50 tahun.
E. KLASIFIKASI STROKE
Klasifikasi stroke secara patologis anatomi dapat
ditentukan dalam 2 bentuk:
1.
Stroke non Hemoragik
Adalah stroke yang tidak disertai perdarahan otak yang dianggap sebagai
kelainan suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi neuron tanpa memberikan
perubahan yang menetap.
2.
Stroke Hemoragik
Adalah stroke yang disebabkan oleh robeknya pembuluh darah, perdarahan
parenkhim yang menyebabkan kerusakan neuron dan menyebabkan peningkatan secara
cepat. NINDS (Nation Institute of Disorder and Stroke) menggolongkan stroke:
1.
Infark Otak
Adalah kematian jaringan otak akibat terganggunya supalai darah ke otak,
berdasarkan infark terbagi atas yaitu: trombosis, embolik dan hemodinamik.
2.
Perdarahan Otak
3.
Perdarahan subarachnoid (hemoragik)
berdasarkan oleh aneurime intrakranial.
4.
Perdarahan intrakranial
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
CT Scan
Untuk membedakan adanya perdarahan / infark
2.
Argeografi
Untuk melihat gambaran pembuluh darah yang patologis
3.
Lumbal Pungsi
Untuk membedakan stroke hemoragik karena perdarahan subarachnoid.
4.
EEG
Untuk melihat area yang spesifik dan lesi otak
5.
Ocutor Testysprografi
Untuk memperlihatkan aliran nadi yang lambat, menunjukkan penyumbatan
arteri internal.
6.
Position Scanning
Untuk memperlihatkan / memberikan gambaran metabolisme serebral.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Memperbaiki keadaan umum seperti TTV, BAB,
dan BAK
2.
Memberi aliran darah ke otak, seperti:
a.
Memberikan terapi aliran infus
b.
Memberi obat anti koagulan
3.
Mencegah dan mengobati edema otak.
Pemberian obat fontoxfiline dengan dosis 15-16 mg/KgBB
4.
Memperbaiki metabolisme otak yaitu dengan
pemberian obat neuro proteksi seperti Nhicolin
5.
Koreksi faktor resiko
Anamnesa:
-
Indentitas
-
Pemeriksaan fisik
-
Pemeriksaan neurologis
-
Motorik
-
Sensorik
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
INTERVENSI
1.
Gangguan aktivitas dan gerak berhubungan
dengan:
v Adanya
kelemahan
v Kelumpuhan
v Menurunnya
persepsi / kognitif
v Kerusakan
neuro muskuler
Intervensi:
Ø Koreksi
tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0-4 agar klien tidak terganggu pada
orang lain.
0: Kemampuan Penuh
1: Klien butuh bantuan sedikit
2: Klien butuh bantuan / bimbingan sederhana
3: Klien butuh bantuan / peralatan yang banyak
4: Klien sangat tergantung pada pemberian pelayanan.
Ø Ganti
posisi klien setiap 2-4 jam
Ø Bantu
klien melakukan gerakan-gerakan sendiri secara pasif bila kesadaran menurun dan
secara aktif bila klien kooperatif
Ø Bantu
klien dalam pemenuhan ADL bila kesadaran belum pulih benar.
2.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
kerusakan area pusat bicara di otak:
v Apasia
v Kelemahan
otot-otot wajah
Intervensi:
Ø Kaji
tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Ø Observasi
apakah klien mengalami apasia (tidak bisa bicara sama sekali)
Ø Berbicara
kepada klien dengan tenang, lembut dengan kalimat yang sederhana
Ø Latih
klien untuk berbicara atau melatih otot wajah secara intensif dan catat respon klien
Ø Libatkan
keluarga untuk melatih bicara.
I. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L.J, 1999. “Diagnosa Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif”.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
Jakarta; EGC.
Doengoes E. Maryllin, 1999. “Rencana Asuahan
Keperawatan”. Edisi III. Jakarta; Buku Kedokteran. EGC
Harsono, 1996.” Kapita Selekta Neurologi”.
Jilid 1. Edisi 2. Yokyakarta; Fakultas Kedokteran. UGM.
Mansjoer. Arif, dkk, 1982.” Kapita Selekta
Kedokteran”. Jilid I. Edisi 3. Jakarta; FKUI
Tucker.S.M,dkk,1998.”Standar Keperawatan Pasien”.
Proses Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi. Edisi V. Jakarta; Buku Kedokteran.
EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar